Kamis, 05 Juni 2014

ilmu asbab al nuzul



MAKALAH
ILMU ASBAB AL-NUZUL


Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Ulumul Quran
Dosen Pengampu: Hj. Nur Asiyah, M.S.I.


Logo-IAIN-Walisongo-Semarang


Oleh :

Zakiyyatul Miskiyyah                               (133611075)
Emilia Tanjung Damayanti                     (133711003)



FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
     I.     PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Tidaklah tersembunyi bagi siapapun juga, bahwa setiap sesuatu pasti ada sebabnya dan ada kadarnya. Demikian pula sunnatullah di alam ini. Sejarah adalah saksi yang benar menetapkan kebenaran ini. Sabab adalah kejadian atau sesuatu hal yang melatarbelakangi suatu wahyu al-Quran diturunkan, seperti pertanyataan dari seorang yang menanyakan suatu hal atau terjadinya peristiwa baru. Sedangkan nuzul sendiri diartikan berbeda-beda menurut pandangan ulama.
Walaupun kita telah mengetahui kaidah-kaidah  bahasa Arab, adab-adab bahasa dan apa yang dikehendaki oleh kata-kata tunggal. Namun kita tetap memerlukan pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa yang menyebabkan ayat-ayat itu diturunkan. Nabi Muhammad SAW menerima wahyu dari Allah yang berupa al-Quran juga ada sebabnya yang disebut dengan asbab al-nuzul.
Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang pengertian asbab al-nuzul, menyebutkan macam-macam asbab al-nuzul, menjelaskan arti pentingnya asbab al-nuzul dalam menafsirkan al-Qur’an, menjelaskan kaidah penetapan hukum yang berkaitan dengan asbab al-nuzul.

B.   Rumusan masalah
1.         Bagaimana pengertian Asbab al-Nuzul ?
2.         Apa saja macam-macam Asbab al-Nuzul ?
3.         Bagaimana arti pentingnya Asbab al-Nuzul dalam menafsirkan al-Quran?
4.         Bagaimana kaidah hukum yang berkaitan dengan Asbab al-Nuzul?

  II.     PEMBAHASAN
A.  Pengertian Asbab Al-Nuzul
Kata asbāb al-nuzūl berasal dari dua kata, yaitu أسباب dan النزول. Asbab merupakan bentuk plural dari kata السبب, mempunyai arti hakiki yang menunjukkan kepada sesuatu yang dengannya dicapai sebuah tujuan dan maksud[1]. Sedangkan kata النزول berasal dari kata نزل yang berarti turun. Jadi, definisi asbāb al-nuzūl dari segi etimologis berarti sebab atau alasan turunnya ayat-ayat al-Quran.
Adapun dari segi terminologis, Suhbhi al-Shalih mendefinisikan asbāb al-nuzūl sebagai sesuatu yang dengan sebabnya, turun satu atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab tersebut. Sementara itu, Muhammad ‘Ali al-Shobuni memaparkan definisi asbāb al-nuzūl dalam dua bentuk, yaitu:
Suatu kejadian atau peristiwa yang kemudian menyebabkan turun satu ayat atau beberapa ayat Alquran mengenai peristiwa itu. Ada kalanya timbulnya pertanyaan yang ditujukan kepada Nabi Muhammad dengan maksud untuk mengetahui hukumnya atau penafsirannya tentang masalah-masalah keagamaan, maka turunlah ayat untuk menerangkan maksudnya.
Menurut M. Hasbi al-Shiddieqy, asbāb al-nuzūl ialah sesuatu yang dengan sebabnyalah turun suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban tentang sebab itu, atau menerangkan hukumnya, pada masa terjadinya peristiwa itu.[2]
Fakta sejarah menunjukkan, bahwa turunnya ayat-ayat al-Qur’an itu ada dua macam:
1.      Turunnya dengan di dahului oleh suatu sebab, contohnya Q.S. al-Baqarah: 221
2.      Turunnya tanpa didahului oleh suatu sebab, misalnya ayat-ayat yang mengkisahkan hal ihwal umat-umat yang dahulu beserta para Nabinya, atau menerangkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu dan lain-lain.[3]

B.  Macam-Macam Asbab Al-Nuzul
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, sabab Al-Nuzul dapat di bagi kepada Ta’addud Al-Asbab Wa Nazil Al-Wahid (sebab turunnya lebih dari satu dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun satu) dan Ta’addud Nazil Wa As-Sabab Al-Wahid (ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang sebab turunnya satu). Sebab turun ayat disebut Ta’addud Al-Nazil, bila inti persoalan yang terkandung dalam ayat yang turun sehubungan dengan sebab tertentu lebih dari satu persoalan.[4]
Jika ditemukan dua riwayat atau lebih tentang sebab turun ayat dan masing-masing menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang disebutkan lawanya, maka kedua riwayat ini teliti dan dianalisis. Permasalahanya ada empat bentuk. Pertama, salah satu dari keduanya sahih dan lainnya tidak. Kedua, keduanya sahih, akan tetapi salah satunya mempunyai penguat (murajjih) dan lainnya tidak. Ketiga, keduanya sahih dan keduanya  sama-sama tidak mempunyai penguat (murajjih). Akan tetapi keduanya dapat diambil sekaligus.
Bentuk, pertama diselesaikan dengan jalan memilih riwayat yang sahih dan menolak yang tidak sahih. Misalnya perbedaan yang terjadi antara riwayat Bukhary, Muslim, dan lainnya dari satu pihak dan riwayat At-Tabrani dan Ibnu Abi Syaibah di pihak lain. Bukhari, Muslim, dan lainnya meriwayatkan daru Jundab. Ia (Jundab) berkata: “Nabi SAW.kesakitan sehingga ia tidak bangun satu atau dua malam. Seorang perempuan datang kepadanya dan berkata: “Hai Muhammad, saya tidak melihat setanmu kecuali ia telah meninggalkanmu”, maka Allah menurunkan: Qur’an Surat Ad-Duha : 1-3.
Al-Thabrani dan Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Hafsh bin Maisarah dari ibunya, dari ibunya (neneknya dari ibu) dan ibunya ini pembantu Rasul SAW: “Sesengguhnya seekor anak anjing memasuki rumah Nabi SAW. Anak anjing itu masuk ke bawah tempat tidur dan mati, maka selama empat hari Nabi SAW. Tidak dituruni wahyu. Maka ia (Nabi) berkata: Hai Khaulah, apa yang telah terjadi di rumah Rasulullah? Jibril tidak datang kepadaku”. Saya berkata pada diri saya sendiri: “Sekiranyalah engaku persiapkan rumah ini dan engaku sapu, maka saya jangkaukan penyapu ke bawah tempat tidur itu, maka saya mengeluarkan anak anjing tersebut. Nabi SAW. Pun datang dalam keadaan jenggotnya gemetar. Dan memang jika turun (wahyu) kepadanya ia menjadi gemetar”, maka Allah menurunkan: وَالضُّحَى  hingga firman-Nya فَتَرْضَى
Dalam hal demikian menurut Al-Zarkani, kita mendahulukan riwayat yang pertama dalam menerangkan sebab turunnya ayat tersebut karena kesahihan riwayatnya dan tidak riwayat yang kedua. Sebab dalam sanad riwayat kedua terdapat periwayat yang tidak dikenal. Ibnu Hajar berkata: “Kisah terlambatnya Jibril karena adanya anak anjing yang masuk itu. Akan tetapi, keadaanya menjadi sebab bagi turunnya ayat aneh itu. Dalam sanadnya terdapat orang yang tidak terkenal. Karena itu, yang diterima adalah ada yang ada didalam kitab Sahih”.
Bentuk kedua ialah keadaan dua riwayat itu sahih. Akan tetapi, salah satu diantaranya mempunyai penguat (murajjih). Penyelesainnya ada yang mengambil yang kuat rajjihah. Penguat (murajjih) itu adakalanya salah satunya lebih sahih dari yang lainnya atau periwayat salah satu dari keduannya menyaksikan kisah itu berlangsung sedang periwayat lainnya tidak demikian. Misalnya, hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dari Ibnu Mas’ud. Ia (Ibnu Mas’ud) berkata: “Saya berjalan bersama. Nabi SAW. “di Madinah dan ia (Nabi) bertongkatkan pelepah kurma. Ia melewati sekelompok orang Yahudi. Mereka berkata kepada sebagian orang lainnya: “Coba kamu tanya dia”, maka mereka berkata: “Ceritakan kepada kami tentang ruh”. Nabi terhenti sejenak dan kemudian ia mengangkatkan kepalanya. Saya pun mengerti bahwa ia dituruni wahyu hingga wahyu itu naik. Kemudian ia berkata:
قُلِ الرُّوْحِ مِنْ اَمْرِ رَبِّئ وَمَا اُوْتِيْتُمْ مِنَ الْعِلْمِ اِلأَّ قَلِيْلً
Dalam hubungan ayat yang sama, At-Tirmizi meriwayatkan hadis yang disahihkan dari Ibnu Abbas. Ia (Ibnu Abbas) berkata: “Orang-orang Quraisy berkata kepada orang-orang Yahudi, “Berikanlah kepada kami sesuatu yang akan kami pertanyakan kepada orang ini (Nabi)”. Mereka berkata: “Tanyakanlah kepadanya tentang ruh”, mereka pun menanyakannya, maka Allah menurunkan:
  وَيَسْـءَلُوْ نَكَ عَنِ الرُّوْحِ . {الاية
Menurut As-Suyuti dan Al-Zarqani, riwayat yang kedua ini menunjukan bahwa ayat tersebut turun di Mekkah dan sebab turunnya adalah pertanyaan kaum Quraisy. Sedangkan riwayat yang pertama jelas menunjukan turunnya di Madinah karena sebab turunnya adalah pertanyaan orang-orang Yahudi. Riwayat yang pertama ini lebih kuat dari yang kedua. Yang pertama adalah riwayat Al-Bukhary dan yang kedua riwayat at-Tirmizi. Telah menjadi ketentuan bahwa riwayat Al-Bukhary lebih sahih dari riwayat lainnya. Kemudian, periwayat pertama, Ibnu Mas’ud menyaksikan kisah turun ayat tersebut, sedangkan periwayat hadis yang kedua tidak demikian. Orang yang menyaksikan tentunya mempunyai kekuatan yang lebih dalam penerimaan dan penyampaian riwayat dari pada orang yang tidak menyaksikanya. Karena itu, riwayat yang pertama diterima dan riwayat kedua ditalak.
Bentuk ketiga ialah kesasihan dua riwayat itu sama dan tidak ditemukan riwayat (murajjih) bagi salah satu keduanya. Akan tetapi, keduannya dapat dikompromikan. Kedua sebab itu benar terjadi dan ayat turun mengiringi peristiwa tersebut karenamasa keduanya berhampiran. Penyelesaiannya adalah dengan menganggap terjadinya beberapa sebab bagi turunnya ayat tersebut. Ibnu Hajar pernah berkata: “Tidak ada halangan bagi tejadinya Ta’addud Al-Asbab (sebab ganda). Misalnya, hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari jalan Ikrimah dari Ibnu Abbas, bahwa Hilal bin Umayyah menuduh isterinya berbuat mesum (qazf) di sisi Nabi dengan Syarik bin Samba. Nabi berkata: “Bukti atau hukuman (had) atas pundakmu”, Ia berkata: “Hai Rasulullah, jika seseorang dari kamu mendapati seorang laki-laki bersama isterinya, dia harus pergi mencari bukti?”. Menurut satu riwayat, ia berkata: “Demi Tuhan yang membangkitkanmu dengan kebenaran, sesungguhnya saya benar, dan sesungguhnya Allah akan menurunkan sesuatu (ayat) yang akan membebaskan pundak saya dari hukuman (had), maka Jibril pun turut dan menurunkan atas (Nabi).
Sementara itu, Al-Bukhari dan Muslim (lafal Al-Bukhari) meriwayatkan dari Sahl bin Sa’d, bahwa Uaimir datang kepada Ashim bin Aidy yang adalah pemimpin bani Ajlan seraya berkata: Bagaimana pendapat kamu tentang seseorang yang menemukan isterinya bersama laki-laki lain. Apakah ia bunuh laki-laki itu maka kamu pun membunuhnya, atau bagaimanakah ia bertindak?
Tanyakanlah untuk ssaya hal yang demikian kepada Rasul SAW. Ashim pergi menanyakan kepada Rasul, tetapi Rasul tidak memberikan jawaban sehingga Umaiwir pergi menanyakannya langsung kepada Rasul. Rasul berkata: “Allah telah menurunkan Al-Quran tentang engkau dan temanmu (isterimu)”. Rasul memerintahkan keduanya melakukan Mula’anah sehingga Umaiwir melakukan Li’an terhadap isterinya.
Kedua riwayat ini sahih dan tidak ada penguat (Murajjih) bagi salah satu keduanya atas lainnya. Dalam pada itu, tidak terdapat kesuliatan untuk menjadikan kedua-duanya sebagai sebab turun ayat-ayat tersebut karena waktu peristiwanya berhampiran. Hilal bin Umayyah dipandang sebagai penanya pertama dan Uwaimir penanya kedua sebelum ada jawaban Rasul. Pada mulanya Uwaimir menanyakan melalaui Ashim dan kemudian menanyakannya secara langsung.
Masalah ini juga dapat diselesaikan melalui jalan lain, yaitu dengan memahaminya dari riwayat yang kedua. Melalui riwayat yang kedua. Melalui riwayat yang kedua dapat dipahami bahwa ayat-ayat Mula’anah pada mulanya turun sehubungan dengan masalah Hilal. Kemuadian, Umaiwir datang, maka Rasul menjawabnya dengan ayat-ayat yang telah turun pada masalah Hilal.
Bentuk keempat ialah keadaan dua riwayat itu sahih, tidak ada penguat (murajjih) bagi salah satu keduanya atas lainnya, dan tidak pula mungkin menjadikan keduannya sekaligus sebagai Asbab Al-Nuzul karena waktu peristiwannya jauh berbeda. Penyelesaian masalah ini adalah dengan menganggap berulang-ulangnya ayat itu turun sebanyak Asbab Al-Nuzulnya. Misalnya ialah Hadis yang diriwayatkan
.[5]

C.  Arti Pentingnya Asbab Al-Nuzul dalam Menafsirkan Al-Quran
Ilmu Asbab Al-Nuzul itu besar sekali manfaatnya bagi siapa saja yang hendak menafsirkan Al-Qur’an, karena ilmu ini dapat membantu seseorang untuk bisa memahami ayat al-Quran secara tepat dan sekaligus dapat menghindarkan dia dari salah pengertian.
Mengenai ilmu Asbab Al-Nuzul ini, al-Wahidi (wafat 427 H) berkata:
لايمكن معرفة تفسير الاية دون الوقوف على قصتها و بيان نزولها.
Artinya: Tidak mungkin mengetahui tafsirnya ayat, tanpa mengetahui kisahnya dan keterangan turunnya.

Menurut Ibnu Taimiyah (wafat 726 H) menegaskan bahwa:
معرفة سبب النزول تعين على فهم الاية فانّ العلم بالسّبب يورث العام بالمسبّب .
Artinya: Mengetahui sebab turunnya ayat dapat menolong untuk memahami ayat, karena sesungguhnya mengerti sebabnya dapat menghasilkan pengetahuan tentang akibatnya.

Menurut Ibnu Daqiqil ‘Id (wafat 702 H) menegaskan bahwa:
 معرفة سبب النّزول طريق قويّ فى فهم معانى القران.
Artinya: Mengetahui sebab turunnya ayat adalah jalan yang kuat dalam memahami maksud-maksud al-Quran.

Dalam buku ulumul Qur’an karangan Mawardi Abdullah, hikmah mengetahui asbabun nuzul antara lain :
1.    Membantu mengetahui sejarah yang melatar belakangi pensyariatan suatu hukum.
2.    Membantu memudahkan pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an.
3.    Turunnya al-Qur’an ketika terjadi sebuah peristiwa menunjukkan kemukjizatannya.
4.    Menghindari salah duga pemahaman sebuah ayat.[6]

Demikian pentingnya Asbab Al-Nuzul menurut pandangan para ulama. Karena itu, di kalangan Ulama al-Muhaqqiqun sampai mengharamkan seseorang yang berani menafsirkan ayat-ayat al-Quran tanpa mengetahui Asbab al-Nuzulnya.
Fakta sejarah menunjukkan bahwa jika tidak mengetahui sebab-sebab turunnya ayat dapat menjerumuskan kita ke dalam kesalahan yang besar dalam memahami al-Quran. Contohnya:
Ø Marwan bin al-Hakam mengira bahwa firman Allah dalam surat Ali Imran: 188

لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَا أَتَوْا وَيُحِبُّونَ أَنْ يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا فَلَا تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِنَ الْعَذَابِ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ.
Artinya: Janganlah sekali-kali kamu menyangka, bahwa orang-orang yang bergembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan (janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa dan bagi mereka siksa yang pedih).
Itu adalah untuk ancaman bagi semua orang mu’min. kemudian ia memerintahkan kepada Rafi’ (penjaga atau pengawal istana) untuk menyampaikan pesannya kepada Ibnu Abbas, bahwa sekiranya setiap orang yang bergembira karena mendapatkan sesuatu dan sekiranya setiap orang suka dipuji terhadap sesuatu yang belum dikerjakan akan disiksa, pastilah kita semuanya akan disiksa pula. [7]
Maka Ibnu Abbas menjelaskan apa yang menjadi latar belakang dari ayat tersebut dengan ucapannya:
وما لكم ولهذه : انّما دعا النّبىّ ص.م. اليهود فسألهم عن شئ فكتموه ايّاه و اخبروا بغيره فأروه ان قد اسْتحمدوا
اليه بما اخبروه عنه فيما سألهم و فرحوا بما اتوا من كتمانهم.

Artinya: Mengapa kamu berpendapat demikian. Bahwasanya Nabi saw. memanggil orang-orang Yahudi lalu menanyakan kepada mereka tentang sesuatu, maka mereka menyembunyikannya dan menerangkan yang lain. Mereka memperlihatkan kepada Nabi bahwa mereka telah dipuji terhadap apa yang mereka kabarkam dan mereka bergembira dengan sesuatu yang mereka sembunyikan itu.

Kemudian Ibnu Abbas membaca firman Allah surat Ali Imran: 187
وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا ۖ فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ.
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya," lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruknya tukaran yang mereka terima.

Dan kemudian Ibnu Abbas melanjutkan bacaannya sampai dengan surat Ali Imran ayat 188. Maka dengan mengetahui latar belakang atau Asbab al-Nuzul, hilanglah salah paham dari Marwan bi al-Hakam dan lenyap pula kemusyrikan kita terhadap maksud surat Ali Imran ayat 188 itu.
Ø Utsman bin Madz’un dan ‘Amr bin Ma’dikariba, menyatakan bahwa khamr (minuman keras) itu masih boleh bagi orang mu’min yang beramal shalih, dengan alasan surat al-Maidah: 93
لَيْسَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جُنَاحٌ فِيمَا طَعِمُوا ... الاية
Artinya: Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu

Hal ini terjadi karena kedua sahabat itu tidak mengetahui sebab turunnya ayat tersebut. Menurut keterangan al-Hasan dan Ulama lainnya, bahwa setelah turunnya ayat yang mengharamkan Khamr (al-Maidah: 90). Maka para sahabat berkata: “Bagaimanakah nasib saudara-saudara kita yang telah mendahului kita, padahal mereka pernah minum minuman Khamr, dan Allah telah menegaskan bahwa Khamr itu najis. Maka turunlah surat al-Maidah:93. Andaikata tidak ada keterangan tentang sebab turunnya ayat ini, pastilah umat Islam sampai kini masih membolehkan minum minuman yang memabukkan, karena berpegangan dengan dhahirnya surat al-Maidah:93 ini.
Ø                 Surat al-Baqarah: 115  وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya: Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Andaikata tidak ada keterangan tentang Asbab al-Nuzulnya ayat ini, tentu umat Islam bersembahyang dengan menghadap arah mana saja yang disukainya karena berpagangan dengan dhahirnya surat al-Baqarah: 115. Tetapi bagi orang yang telah mempelajari Asbab al-Nuzulnya ayat ini dapatlah mengetahui bahwa ayat tersebut mengenai segolongan sahabat yang shalat bersama-sama Nabi pada suatu malam yang sangat gelap gulita, sehingga mereka tidak tahu arah kiblat.
Maka setiap orang bersembahyang menghadap ke arah kiblat menurut ijtihadnya masing-masing. Dalam hal ini, shalat mereka adalah sah dan diterima oleh Allah, sekalipun mereka tidak menghadap kiblat yang sebenarnya.[8]

D.  Kaidah Hukum yang Berkaitan dengan Asbab Al-Nuzul
Dilihat dari sudut pandang redaksi yang dipergunakan dalam riwayat asbab an-nuzul.
a.                 Sarih (jelas)
Artinya riwayat yang memang sudah jelas menunjukkan asbabun nuzul dengan indikasi menggunakan lafaldz (pendahuluan).
سبب نزول هذه الآية هذا...
Sebab turun ayat ini adalah
  حدث هذا... فنزلت الآية
Telah terjadi …… maka turunlah ayat
  سئل رسول الله عن كذا... فنزلت الآية
Rasulullah pernah kiranya tentang …… maka turunlah ayat.

b.                Muhtamilah (masih kemungkinan atau belum pasti)
Riwayat belum dipastikan sebagai asbab an-Nuzul karena masih terdapat keraguan.
  نزلت هذه الآية فى كذا...
ayat ini diturunkan berkenaan dengan......
  احسب هذه الآية نزلت فىكذا...
saya kira ayat ini diturunkan berkenaan dengan …
  ما احسب نزلت هذه الآية الا فىكذا...
saya kira ayat ini tidak diturunkan kecuali berkenaan dengan …

  1. Dilihat dari sudut pandang terbilangnya asbabun nuzul untuk satu ayat atau terbilangnya ayat untuk satu sebab asbabun nuzul .
a.    Beberapa sebab yang hanya melatarbelakangi turunya satu ayat.
b.    Satu sebab yang melatarbelakangi turunya beberapa ayat.[9]

III.     PENUTUP
A.                               KESIMPULAN
Dari makalah ini dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian Asbab al-Nuzul adalah peristiwa yang terjadi menjelang turunnya ayat-ayat al-Qur’an. Untuk macam-macam sabab Al-Nuzul dapat di bagi kepada Ta’addud Al-Asbab Wa Nazil Al-Wahid (sebab turunnya lebih dari satu dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun satu) dan Ta’addud Nazil Wa As-Sabab Al-Wahid (ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang sebab turunnya satu).  Mempelajari Ilmu Asbab Al-Nuzul itu besar sekali manfaatnya bagi siapa saja yang hendak menafsirkan Al-Qur’an, karena ilmu ini dapat membantu seseorang untuk bisa memahami ayat al-Qur’an secara tepat dan sekaligus dapat menghindarkan dia dari salah pengertian. Kaidah Hukum yang Berkaitan dengan Asbab Al-Nuzul ; Dilihat dari sudut pandang redaksi yang dipergunakan dalam riwayat asbab an-nuzul: Sarih (jelas) dan Muhtamilah (masih kemungkinan atau belum pasti). Dilihat dari sudut pandang terbilangnya asbabun nuzul untuk satu ayat atau terbilangnya ayat untuk satu sebab asbab an-nuzul.
a.                                                         Beberapa sebab yang hanya melatarbelakangi turunnya satu ayat.
b.                                                         Satu sebab yang melatarbelakangi turunnya beberapa ayat.

B.                               SARAN
     Demikianlah  makalah ini kami susun, kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan guna perbaikan makalah selanjutnya. Kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata, tiada kelebihan ilmu yang kami tuangkan dalam makalah ini. Semoga apa yang kami sampaikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.






DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Mawardi. 2011. Ulumul Qur’an. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Anwar, Rosihon. 2012. Ulum Al-Qur’an. Bandung : CV. Pustaka Setia
Zuhdi, Masjfuk. 1982. Pengantar Ulumul Quran. Surabaya: PT. Bina Ilmu.


[1]  Mawardi Abdullah. 2011. Ulumul Qur’an. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hal 52
[3] Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Quran, cet. kedua, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1982), hlm. 37-39
[4] Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an. (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2012) hlm 67-75.
[6] Mawardi Abdullah. 2011. Ulumul Qur’an. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hal 59-61
[7] Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Quran, cet. kedua, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1982), hlm. 42-44
[8] Masjfuk Zuhdi, Pengantar,  hlm. 45-46.
[9] http:///www.minannu.com/2013/06/pengertian-kaedah-kegunaan- asbabun nuzul html Minggu, 30 Maret 2014 Pkl. 02.00 p.m

Tidak ada komentar:

Posting Komentar